Friday, 2 June 2017

PROPOSAL PENELITIAN

PROPOSAL PENELITIAN



Aplikasi e-Government untuk Tata Kelola Yang Baik: Dari Perencanaan Strategis SI ke Pengembangan SI (e-Government Application For Good eGovernance from IS Strategic Plan to IS Development)


DAFTAR ISI
1. ABSTRAK....................................................................................................................... 1
2. PENDAHULUAN............................................................................................................. 1
3. PERUMUSAN MASALAH................................................................................................ 5
4. METODOLOGI................................................................................................................. 9
5. RANCANGAN (DESIGN) PENELITIAN........................................................................... 12
6. HASIL YANG DIHARAPKAN.......................................................................................... 15
7. PERSONIL PELAKSANA PENELITIAN (PENELITI DAN TEKNISI) ................................. 15
8. BIBLIOGRAFI................................................................................................................ 18
9. JADWAL PENELITIAN
Lampiran 1. Personalia.........................................................................................................20
Lampiran 2. Rincian Anggaran...............................................................................................21
Lampiran 3. Kegiatan........................................................................................................... 23


1. ABSTRAK

Tidak dapat dipungkiri, bahwa informasi merupakan komoditi strategis di abad ini. Globalisasi informasi memaksa setiap insan baik individu ataupun kelompok, baik swasta maupun pemerintah, untuk memperhitungkan sistem informasi yang akan diterapkan supaya tetap kompetitif di era globalisasi. Dalam hal ini, penerapan strategi yang tepat memungkinkan setiap organisasi swasta maupun instansi pemerintah untuk lebih meningkatkan local content dan meningkatkan bargaining power terhadap masyarakat dan hubungan antar instansi juga hubungan terhadap negara lain.

Sampai saat ini, banyak kegiatan yang dilakukan pemerintah secara terpisah, tanpa adanya suatu perencanaan yang terintegrasi antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya. Contoh klasik, penggalian jalan raya untuk telepon/listrik/air minum yang tidak pernah tuntas, baik di kota metropolitan Jakarta maupun kota-kota besar lainnya. Selain itu, ada pertanyaan yang mesti dijawab dengan suatu tindakan, dapatkah masyarakat umum dengan mudah mengetahui/mengakses berbagai informasi, pengetahuan teknologi tepat guna, perundangan, yang berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari masyarakat banyak? Semua ini penting dipertimbangkan dalam membangun sistem informasi nasional yang memampukan pemerintah agar lebih kompetitif. Dua faktor/parameter utama yang perlu diperhitungkan dalam strategi pengembangan sistem informasi nasional adalah SDM yang berkualitas dan alternatif sistem/teknologi yang digunakan.

Sering sekali dalam pengembangan sistem informasi, setiap instansi pemerintah melakukan perencanaan sendiri-sendiri, tanpa adanya koordinasi yang saling mendukung. Akibatnya dalam penerapannya, terjadi pemborosan anggaran karena setiap bagian membuat inisiatif sendiri tanpa ada suatu perencanaan yang baik.

Disamping itu juga, lemahnya dukungan secara politik, kurangnya perhatian terhadap pentingnya sistem informasi dan juga lemahnya kepemimpinan. Hal ini menyebabkan penerapan sistem informasi dan teknologi informasi menjadi cost center yang kurang bermanfaat secara optimal.

Kajian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu panduan, bagaimana penerapan aplikasi eGovernment
untuk tujuan good governance dengan menggunakan metodologi tertentu dari proses perencanaan strategis sampai tahap pengembangan sistem informasi e-Government.

2. PENDAHULUAN

Dari era industri ke era informasi, adalah lompatan besar dalam peradaban manusia. Pada era informasi, suatu informasi merupakan komoditi strategis yang dapat berperan menghidupkan suatu perusahaan atau justru mematikannya. Globalisasi informasi memaksa setiap insan baik individu ataupun kelompok, baik swasta maupun pemerintah, untuk memperhitungkan sistem informasi yang akan diterapkan supaya tetap kompetitif di era globalisasi.

Dalam  kajian  Kerangka  Teknologi  Informasi  Nasional  (National  IT  Framework)  yang dilakukan baru‐baru ini, salah satu pilar yang segera harus dibentuk adalah Electronic Government  (E­Government)  for  Good  Governance  [BAP01]  dengan  tujuan  dapat mempercepat  terbentuknya suatu  pelaksanaan  pemerintahan  yang  baik,  efisien,  dan efektif. Walaupun kata‐kata E­Government sudah sering diseminarkan dan didiskusikan, tetapi di berbagai kalangan akademis, pengusaha, dan bahkan pemerintah mempunyai pemahaman  yang  berbeda  mengenai  E­Government [HAS01].  Secara  sederhana Heeks dalam [HAS01] mendefinisikan E­Government sebagai berikut: “Kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakanTeknologi Informasi (TI) untuk memberikan layanan kepada masyarakat”.

Dari definisi tersebut, terlihat bahwa tujuan utama E­Government adalah meningkatkan efisiensi  dan kualitas  layanan.  Menurut  Heeks,  hampir  semua  lembaga  pemerintah  di dunia  ini,  mengalami ketidakefisienan,  terutama  di  negara  yang  sedang  berkembang. Pungutan  liar,  pemasukan  dan pengeluaran  uang  yang  tidak  dilaporkan,  antrian masyarakat  di  pusat‐pusat  layanan  publik,  dan lain‐lain,  merupakan  beberapa  wujud ketidakefisienan tersebut, dimana banyak sekali resources yang terbuang percuma.

Lebih  rinci lagi, Agarwal dalam  [HAS01] membagi  pengertian E­Government ke dalam lima tingkatan,  yang  semakin  tinggi  tingkatannya,  semakin  kompleks  permasalahan yang akan dihadapi.

  1. Tingkatan yang paling awal adalah apa yang disebut dengan E­Government untuk menunjukkan “wajah”  pemerintah  yang  baik  dan  menyembunyikan kompleksitas yang ada di dalamnya. Hal ini ditandai dengan munculnya berbagai web site yang cantik pada hampir semua institusi pemerintah. Pada dasarnya, EGovernment tingkat awal ini masih bersifat menginformasikan tentang apa dan siapa  yang berada di dalam institusi  tersebut. Dengan  kata lain, informasi yang diberikan  kepada  masyarakat  luas,  masih  bersifat  satu  arah.  Kondisi  EGovernment yang masih berada pada tahap awal ini belum bisa digunakan untuk membentuk suatu pemerintahan dengan Good Governance.
  2. Tingkat kedua dari E­Government, mulai ditandai dengan adanya transaksi dan interaksi secara online antara suatu institusi pemerintah dengan masyarakat. Misalnya,  masyarakat  tidak  perlu lagi  antri  membayar  tagihan  listrik, memperpanjang  KTP,  dan  lain‐lain.  Semuanya  dapat dilakukan  secara  online. Usaha ke arah ini sudah mulai dilakukan oleh beberapa institusi dipusat maupun di daerah. Kabupaten Takalar merupakan salah satu contoh daerah  yang sudah mulai menerapkan layanan satu atap terhadap masyarakatnya. Komunikasi dua arah antara institusi pemerintah dengan masyarakat sudah mulai terjalin secara online. 
  3. Level  ketiga  dari E­Government, memerlukan kerja  sama  (kolaborasi)  secara online  antar beberapa  institusi  dan masyarakat.  Apabila masyarakat  sudah bisa  mengurus  perpanjangan KTP‐nya  secara  online,  selanjutnya  mereka  tidak perlu  lagi  melampirkan  KTP‐nya  untuk mengurus  Pasport  atau  membuat  SIM. Dalam hal ini perlu kerja sama antara Kantor Kelurahan yang mengeluarkan KTP dengan  Kantor  Imigrasi  yang  mengeluarkan  Pasport atau  Kantor  Polisi  yang mengeluarkan SIM. 
  4. Level  keempat  dari  E­Government  sudah  semakin  kompleks.  Bukan  hanya memerlukan kerja sama antarinstitusi dan masyarakat,  tetapi juga menyangkut arsitektur  teknis  yang semakin  kompleks.  Dalam  level  ini,  seseorang  bisa mengganti informasi yang menyangkut dirinya hanya dengan satu klik, dan pergantian  tersebut  secara  otomatis  berlaku  untuk setiap institusi  pemerintah yang  terkait.  Misalnya,  seseorang  yang  pindah  alamat,  dia  cukup mengganti alamatnya  tersebut  dari  suatu  database  milik  pemerintahan  yang  besar,  dan secara otomatis KTP, SIM, Pasport dan lain‐lainnya ter‐update.
  5. Level kelima, dimana pemerintah sudah memberikan informasi yang terpaket (packaged information)  sesuai  dengan  kebutuhan  masyarakat.  Dalam  hal  ini, pemerintah sudah bisa memberikan apa yang disebut dengan “information­push” yang berorientasi kepada masyarakat. Masyarakat benar‐benar seperti raja yang dilayani  oleh  pemerintah.  Apa  saja  yang  menjadi kebutuhan  masyarakat,  EGovernment pada level lima ini mampu menyediakannya.

Disamping  itu  Forman  mendefinisikan  E­Government  berdasarkan  interaksi penggunanya sebagai berikut [FOR01]:
  • G2C  (Government  to  Citizen),  E­Government  yang  diperuntukkan  bagi  layanan publik kepada masyarakat.
  • G2B (Government to Business), E­Government yang diperuntukkan bagi kalangan bisnis, mengurangi birokrasi dalam usaha.
  • G2G  (Government  to  Government),  E­Government  yang  diperuntukkan  untuk meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar instansi pemerintah.

Dari hasil survei oleh [WIN03] terhadap 36 situs web yang mendapatkan penghargaan EGovernment Award 2003 yang diadakan oleh Warta Ekonomi No 22/XIV/25 September 2002, diperoleh kesimpulan bahwa 99,99% situs web yang diklaim sebagai bentuk aplikasi EGovernment baru sampai pada tingkat awal yaitu penampakan “wajah” pemerintah Dati I dan II. Informasi “satu arah” yang ditampilkan sangat bervariasi, sehingga sulit dilihat tingkat kemanfaatan situs-situs tersebut untuk melakukan koordinasi maupun untuk pelayanan masyarakat.

Sementara  itu,  di  beberapa  negara  Eropa  dan  Amerika  sudah  mulai  menerapkan  EGovernment pada  level  keempat,  dimana  mereka  hanya  mengumpulkan  cukup  sekali saja informasi mengenai masyarakatnya  [FOR02,  MOO00,  JAC01, WIM01].    Salah  satu penerapan  E­Government  yang bisa  mencakup  pengertian  menurut  [HAS01]  dan [FOR01]  adalah  penerapan  sistem kependudukan.    Permasalahan  kependudukan merupakan  salah  satu isu  yang  dapat memanfaatkan  konsep E­Government. Beberapa negara Eropa dan Asia seperti Inggris, Austria, dan Singapura telah menerapkan sistem E­Government untuk melayani kebutuhan penduduknya [FIS01, AIC01, ANO01, MOO00].

Seperti  halnya  di  negara  lain,  di  Indonesia  juga  menghadapi  masalah  kependudukan yang cukup  kompleks.  Departemen  Dalam  Negeri  (Depdagri),  Badan  Pusat  Statistik (BPS),  Komisis Pemilihan  Umum  (KPU),  dan  Badan  Koordinasi  Keluarga  Berencana (BKKBN)adalah  antara lain  merupakan  instansi‐instansi  yang  melakukan  pendataan penduduk di Indonesia. Namun data yang dikumpulkan masih banyak yang merupakan hasil perhitungan proyeksi dan bersifat agregasi [DAR01]. Kelengkapan dan konsistensi datanya  juga  sangat  diragukan  karena  bisa  saja seseorang terdata  dan  tercatat  lebih dari  satu  kali di daerah  yang berbeda  yang disebabkan lemahnya koordinasi di dalam lembaga yang melakukan pendataan tersebut. Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah adanya perbedaan data yang didapat oleh instansi‐instansi yang berwenang melakukan pendataan,  ini    dikarenakan  metode  yang  digunakan  untuk  melakukan  pendataan penduduk pada  setiap instansi  berbeda‐beda.  BPS misalnya, melakukan  sensus  setiap sepuluh  tahun  sekali.

Namun  dalam  interval  waktu  tersebut,  data  yang  berhasil dikumpulkan  masih  sulit  menjangkau daerah‐daerah  terpencil.  Sedangkan  Depdagri melakukan  pendataan  penduduk  melalui SISKOMDAGRI.  Komisi  Pemilihan  Umum (KPU)  baru  baru  ini  melakukan  sensus  penduduk pemilih.    Sensus  untuk  pemilih  ini dilakukan  5  tahun  sekali.  Berbagai  instansi  lain  seperti Departemen  Pendidikan Nasional  (Depdiknas),  Departemen  Tenaga  Kerja  dan  Transmigrasi (Depnakertrans), dan  Departemen  Sosial  (Depsos)  juga  memerlukan  data  kependudukan. Instansi‐instansi  tersebut akan mengalami kesulitan dalam menentukan program kerjanya jika tidak didukung oleh data kependudukan yang akurat. Akan sulit bagi Depdiknas untuk merencanakan program wajib belajar jika tidak ada data yang akurat mengenai jumlah penduduk usia sekolah.

Basisdata kependudukan yang ada pada saat ini belum siap pakai dan tidak memenuhi kebutuhan setiap instansi. Untuk memenuhi  kebutuhan  setiap instansi, mereka masih menggunakan basisdata masing‐masing. Jadi basisdata yang ada belum terintegrasi dan tidak mencerminkan data penduduk secara keseluruhan, yang dapat digunakan secara bersama‐sama [ZUL02]. Selain  itu  proses penduduk  yang  ingin  mendapatkan  layanan  yang  berkaitan  dengan dokumen  kependudukannya juga  tidak  efisien.  Penduduk  harus  datang  ke  kantor instansi  yang  bersangkutan  untuk mengurus  dokumen  yang mereka  butuhkan,  belum lagi terhalangani oleh birokrasi di instansi tersebut.

Oleh  karena  itu  diperlukan  suatu  sistem  informasi  (E­Government)  yang  bersifat permanen  yang mampu  melakukan  proses  registrasi  penduduk,  berisikan  basisdata kependudukan  yang terintegrasi  yang  dapat memenuhi  kebutuhan  setiap instansi  dan siap pakai setiap saat. Setiap instansi dapat menggunakan basisdata kependudukan ini secara  bersama‐sama  untuk  kebutuhan yang  berbeda. Disamping itu  sistem informasi ini  juga  dapat  dimanfaatkan  untuk  melayani penduduk  yang  membutuhkan  dokumen kependudukannya.  Penelitian  ini  bertujuan  untuk meneliti  dan  merancang  serta berusaha mengimplementasikan  sistem informasi  kependudukan  di Indonesia  dengan mempelajari pengalaman negara‐negara lain yang telah menerapkan sistem tersebut. EGovernment yang dikembangkan ini diharapkan termasuk paling tidak pada level ketiga dari penggolongan E­Government menurut Agarwal diatas.


3. PERUMUSAN MASALAH

Dari uraian pada bagian pendahuluan terlihat bahwa masalah yang sering dihadapi oleh institusi dalam penerapan sistem informasi e‐Government  di Indonesia adalah:
  • Inisiatif TI masih terpencar, akibatnya pemborosan
    • Dalam penerapan e-Government, masih banyak instansi pemerintah yang berpikir, setelah menentukan critical success factors, masing-masing bagian atau departemen langsung membuat strateginya masing-masing kemudian dirinci menjadi kegiatan yang bersifat taktis operasional. Salah satunya pengadaan perangkat teknologi informasi yang bila tidak dilakukan secara terintegrasi, kemungkinan pemborosan anggaran sangat tinggi. Padahal hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan investasi yang telah dikeluarkan.
  • Lack koordinatif
    • Setiap instansi memiliki keinginan yang berbeda-beda dalam penerapan sistem informasi. Tidak terjalinnya koodinasi yang baik antar instansi mengakibatkan pelaksanaan penerapan sistem informasi dan teknologi informasi tidak berjalan dengan efektif. Karena masing-masing berjalan sendiri tanpa interaksi antar satu bagian dengan bagian lainnya.
  • Lack detail requirement
    • Keinginan yang terlalu umum mengakibatkan hasil yang didapatkan tidak spesifik. Karena pada awalnya produk atau jasa yang diinginkan tidak begitu jelas, sehingga setiap individu/departemen yang terlibat tidak tahu persis hasil apa yang diinginkan sebagai keluaran dari suatu proyek aplikasi e-Government. Disamping itu juga, manfaat yang seharusnya didapatkan oleh masyarakat (users) secara signifikan tidak dapat dipenuhi. 
  • Lack political support
    • Dukungan secara politik sangat mempengaruhi berhasil-tidaknya suatu penerapan aplikasi sistem informasi. Pada kenyataannya suasana politik, terutama yang berkaitan dengan: dukungan dan alokasi anggaran, yang lemah dalam setiap rencana penerapan sistem informasi.
  • Lack of awareness
    • Kurangnya kepedulian terhadap keberhasilan e-Government. Pemimpin yang bertanggung jawab dalam penerapan e-Government terkadang kurang memahami kepentingan dari masing-masing stakeholder yang ada dan tidak mau mencoba melakukan kolaborasi agar seluruh perbedaan kepentingan yang dimaksud dapat menuju kepada satu arah pencapaian visi dan misi e-Government (konvergensi). Setiap pemimpin yang bertanggung jawab dalam pengembangan e-Government harus memahami bahwa pihak-pihak yang dianggap sebagai stakeholder utama dalam proyek e-Government antara lain: pemerintah (lembaga terkait dengan seluruh perangkat manajemen dan karyawannya), sektor swasta, masyarakat, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, perusahaan, dan lain sebagainya. Terlepas dari bermacam ragamnya stakehoder yang ada, yang sering terlupakan bahwa pada akhirnya yang akan merasakan manfaat atau berhasil tidaknya e-Government yang dilaksanakan adalah pelanggan.
  • Lack leadership
    • Faktor kepemimpinan biasanya melekat pada setiap orang yang bertanggung jawab sebagai pemimpin dari penyelenggaraan suatu penerapan sistem informasi. Namun masih banyak kelemahan dalam hal mengelola:
      • Beragam tekanan politik yang terjadi terhadap penerapan aplikasi e-Government baik dari kalangan yang optimis maupun yang pesimis;
      • Kurangnya sumber daya yang dibutuhkan, seperti misalnya sumber daya manusia, finansial, informasi, peralatan, fasilitas, dan
      • Sejumlah kepentingan dari berbagai kalangan (stakeholders) terhadap e-Government yang sedang atau akan dilaksanakan.
4. METODOLOGI

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah meliputi beberapa tahapan seperti terlihat pada Gambar 1.


1. Identifikasi masalah

Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap permasalahan yang ada. Dari permasalahan tersebut akan dicoba dibuat hipotesis, kemudian dilakukan penelitian dan uji coba untuk membuktikan hipotesis tersebut. Permasalahan yang telah diidentifikasi sampai saat ini dapat dilihat pada bagian perumusan masalah. Sedangkan hipotesis penelitian dapat dilihat pada bagian hipotesis dan manfaat diatas.

2. Pengumpulan data dan sumber pendukung (literatur)

Pengumpulan  literatur  yang  mendukung  penelitian  dilakukan  pada  tahap  ini. Literatur‐literatur diambil  dari  penelitian‐penelitian  sebelumnya  maupun  dari jurnal‐jurnal ilmiah, baik dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu Literatur yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah tulisan mengenai E­Government yang  ditulis  oleh  Hasibuan  [HAS01].  Sedangkan  literatur  lainnya berkaitan dengan  E­Governmen  dan  khususnya  mengenai  kependudukan,  seperti  “Grand Design Sistem Informasi KPU”, “National IT Framework”, “Strategi E­Government” di  Amerika  Serikat serta  penerapan  E‐Government  di  beberapa  negara  Eropa [BAP01, FOR02, VIL01, KPU02, WAT01, TAM01, FIS01, MOO00, AIC01, WIM01]. 

Adapun data yang dipergunakan sebagai sampel untuk penelitian, akan diambil dari BPS yang merupakan data penduduk hasil sensus. Data propinsi DKI Jakarta akan digunakan untuk simulasi pada skala kecil.

3. Analisis Kebutuhan, Perancangan, dan Implementasi

Pada tahap ini akan dilakukan proses analisa kebutuhan sistem, perancangan serat implementasi terhadap sistem yang akan dikembangkan. Hal‐hal yang dilakukan meliputi: 
  • Rancangan Arsitektur Sistem (Architecture System)
  • Rancangan Format Data Masukan atau Form‐form Kependudukan
  • Rancangan Relasi antar entitas (Entity Relationship) basis data
  • Rancangan Diagram alur proses dan data sistem (Data Flow Diagram)
  • Rancangan Antar muka pemakai (User Interface)
4. Analisis dan Uji Coba Sistem

Setelah  dilakukan  perancangan  dan  sistem  diimplementasikan,  kemudian  akan dilakukan tahapan uji  coba. Uji  coba  direncanakan  dilakukan  dalam  dua  tahap. Pertama  uji  coba  internal,  dimana sistem  akan diujicobakan dalam  lingkungan terbatas dan sebagai tester‐nya adalah  tim pengembang sendiri. Data‐data yang digunakan  pada  tahap  uji  coba  tersebut  merupakan  data  propinsi  DKI Jakarta yang  diperoleh  dari  BPS.  Selanjutnya  dilakukan  integrasi  data  dari  beberapa propinsi. Kemudian  pada  tahapan  kedua,  dilakukan  uji  coba  eksternal,  dimana sistem akan diuji cobakan pada salah satu instansi yang ada, misalnya kelurahan  tertentu,  dan  sebagai  tester‐nya  adalah pihak dari  instansi  tersebut.  Setelah diujicobakan  maka  dilakukan  proses  analisa  kembali  apakah sistem  yang dibangun  sesuai  dengan  kebutuhan,  untuk  kemudian  dilakukan  proses perbaikan.

5. Pembuatan Paket Sistem (Installer)

Setelah sistem diimplementasikan, dan diuji coba maka langkah selanjutnya adalah membuat paket installer dari sistem tersebut sehingga sistem dapat digunakan atau diinstall di tempat lain dengan mudah.

Tahapan 3, 4 dan 5 merupakan tahapan yang erat kaitannya dengan pengembangan perangkat lunak Untuk pengembangan perangkat lunak tersebut, kami gunakan metodologi FAST yang cukup banyak digunakan dalam pengembangan suatu aplikasi. Adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut:

  • Investigasi awal: pada tahap ini ditentukan ruang lingkup dari proyek, batasan-batasan, partisipan, biaya dan jadwal. Tahap ini bertujuan untuk menilai kelayakan dari proyek tersebut.
  • Analisa: pada tahap ini dilakukan analisa permasalahan baik dari segi bisnis dan teknologi, yaitu dengan mengidentifikasi permasalahan dan sebab-akibatnya. Dari tahap analisa ini akan diperoleh peluang-peluang yang mungkin dan juga arahan. Beberapa hal yang dilakukan dalam tahap ini antara lain: studi ruang lingkup permasalahan, analisa masalah dan peluang, analisa proses bisnis, serta penyajian temuan-temuan dan rekomendasi.
  • Analisa kebutuhan: Pada tahap ini dilakukan analisa kebutuhan dari sistem yang akan dibuat, yang meliputi tujuan pengembangan sistem dan prioritas-prioritas requirements sehingga menghasilkan suatu pernyataan business requirements system.
  • Analisa keputusan: pada tahap ini dilakukan analisa mengenai solusi teknis yang diperkirakan bisa mengatasi permasalahan sekaligus memenuhi business requirements. Hal tersebut akan digunakan untuk merancang dan mengimplementasikan sistem yang memenuhi segala requirements tersebut.
  • Perancangan: pada tahap ini dilakukan perancangan sistem dari segi teknologi. Hasil tahap ini adalah berupa model data, model proses, dan model antar muka.
  • Konstruksi: pada tahap ini akan dilakukan konstruksi sistem, yang terdiri dari konstruksi basis data dan antar muka serta uji coba terhadap sistem. Tahap konstruksi menghasilkan aplikasi yang siap dijalankan dan memenuhi semua kebutuhan yang ingin dicapai.
  • Implementasi/operasionalisasi: tahap ini nantinya akan dijalankan oleh pemakai dari aplikasi yang dikembangkan.
5. RANCANGAN (DESIGN) PENELITIAN

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai rancangan sistem informasi E-Government. Perancangan yang dibuat meliputi rancangan arsitektur sistem, format data masukan atau form-form kependudukan, relasi antar entitas, diagram alur proses dan data sistem, serta rancangan antar muka pemakai.

Rancangan arsitektur sistem

Departemen Sosial (Depsos) dan BKKBN diharapkan dapat mengakses system ini terutama basis datanya untuk melakukan proses pengubahan data. Sedangkan masyarakat dapat melihat informasi kependudukan dan mendapatkan layanan kependudukan melalui internet. Masyarakat sebagai pengguna system dapat mengakses system darimana saja yang memiliki akses internet, baik dari rumah, kantor, ataupun warnet. Instansi lain, seperti kantor imigrasi, kepolisian, kelurahan, dan lembaga pemerintah lainnya dapat berfungsi sebagai pengguna system sekaligus bertanggung jawab terhadap layanan kependudukan yang melibatkan instansinya. Mereka dapat melihat informasi dari system dan dapat mengakses basis data dari system. Rancangan arsitektur system dapat dilihat pada gambar 2.


Rancangan format data masukan atau form-form kependudukan

Format data masukan atau form-form kependudukan yang disediakan sistem direncanakan mengikuti bentuk form kependudukan yang terdapat pada tiap instansi. Misalnya form permohonan KTP pada kelurahan, form permohonan Akte pada kelurahan, form permohonan SIM pada Kepolisian, form permohonan passport pada kantor imigrasi, dan sebagainya.

Rancangan Entity Relationship

Pembuatan rancangan hubungan antar entitas (entity relationship) bertujuan untuk mengetahui keterkaitan entitas data yang kita gunakan dalam basis data nantinya.

Rancangan alur proses

Pembuatan rancangan alur proses (process modeling) bertujuan untuk mengetahui alur proses bisnis dalam sistem E-Government yang kita kembangkan.

Rancangan Antar muka

Antar muka dirancang untuk memudahkan pemakai dalam mempergunakan sistem yang akan dikembangkan sehingga sistem lebih user friendly. Rancangan antarmuka di sini meliputi:
  • Antarmuka untuk administrator
  • Antarmuka untuk pengguna umum (masyarakat)
  • Antarmuka untuk bagian administrasi

Rancangan Uji Coba

Proses ujicoba sistem E-Government ini bisa dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama bisa dilakukan dengan sebuah simulasi dalam skala kecil untuk melihat sejauh mana efektifitas dan efisiensi dari sistem yang dikembangkan. Beberapa parameter harus dimasukkan ke dalam sistem untuk menggambarkan real world dari sistem.

Tahap kedua merupakan uji coba dalam skala besar yang dilakukan pada lingkungan yang sebenarnya, misalnya saja dalam sistem E-Government di ujicobakan untuk propinsi tertentu. Sebelum tahap kedua dilakukan, terlebih dahulu akan dibuatkan paket installer dari sistem sehingga sekaligus akan diujicobakan paket sistem apakah berjalan dengan baik atau tidak. Selanjutnya jika tahap kedua ini selesai, diharapkan produk yang dihasilkan dapat digunakan lebih jauh oleh instansi lainnya, baik instansi pemerintah atau swasta.

Analisis Hasil Uji Coba

Setelah percobaan selesai dilakukan, akan dilakukan analisa terhadap hasil ujicoba terhadap sistem yang dikembangkan. Proses analisa ini meliputi beberapa hal, yang disesuaikan dengan karakteristik dari sistem informasi. Beberapa hal yang bisa dianalisa antara lain:
  • Kinerja
  • Scalability
  • Reliability
  • Usability

Kinerja

Kinerja yang dinilai adalah response time yang diterima oleh pemakai. Response time di sini dihitung mulai dari saat pemakai memasukkan kueri sampai pada saat pemakai menerima dokumen yang diinginkan dari sistem. Berhubung pengguna system dapat semakin bertambah, kinerja system perlu diperhatikan untuk menjamin kualitas layanan system EGovernment.

Security

Security di sini menunjukkan kemampuan sistem untuk menghadapi serangan-serangan yang tidak dikehendaki, terutama tindakan cracking.

Reliability
Untuk mengetahui reliability dari sistem ini, harus disimulasikan juga proses failure terhadap beberapa komputer pemakai. Dalam keadaaan seperti tersebut, akan dianalisa apakah sistem akan mengalami failure juga secara keseluruhan, sebagian saja atau malah tidak ada pengaruhnya terhadap sistem.

Usability

Untuk mengetahui tingkat usability dari sistem ini, harus dievaluasi tingkat kemudahan pemakai dalam mengoperasikan sistem. Untuk mencapai hal tersebut, bisa diberikan kuesioner untuk mengetahui respon dari pemakai mengenai kemudahan penggunaan terhadap sistem.


6. BIBLIOGRAFI

  • [AND00] Andri, Yofi, "Analisis berbagai Sistem Pengindeksan dan Teknik TemuKembali Informasi", Tesis Magister, Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia, 2000.
  • [ANO01] Anonymous, “Connecting Government: Using IT in the Singapore Civil Service”, 2001 
  • [AIC01] Aichholzer, Georg, “Electronic Government Services for the Business Sector in Austria”, Proceeding 12th International Workshop on Database and Expert System Applications, 3-7 September, 2001, Munich, Germany.
  • [BAP01] Bappenas-Fasilkom UI, “National IT Framework”, 2001 
  • [BOD97] Bodhitama, Ananta D. "Implementasi Local Search Engine pada Sistem Temu-Kembali Informasi". Skripsi Sarjana. Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 1997.
  • [DAR01] Darmawi, Martin, dkk, “E-Government: Sistem Informasi Kependudukan Daerah Khusus Ibukota Jakarta”, Laporan Student Project, Fasilkom UI Depok, 2001.
  • [FIS01] Fischman, Lothar, “e-Vienna Living Situation Based eGovernment and eDemocracy”, Proceeding 12th International Workshop on Database and Expert System Applications, 3-7 September, 2001, Munich, Germany.
  • [FOR02] Forman, Mark, “E-Government Strategy : Simplified Delivery of Services to Citizens” , Executive Office of The President Office of Management and Budget, Washington, D.C. 20503, 2002.
  • [HAS01] Hasibuan, Zainal, A , “Electronic Government For Good Governance” Fakultas Ilmu Komputer UI, 2001.
  • [JAC01] Jackson, Paul and Noah Curthoys, “E-Government: Development in the US and UK”, Proceeding 12th International Workshop on Database and Expert System Applications, 3-7 September, 2001, Munich, Germany.
  • [KPU02] Komisi Pemilihan Umum, “Grand Design Sistem Informasi KPU”, 2002
  • [MOO00] Moores, Simon, “E-Government in the United Kingdom”, The Information Society in Europe: Policies & Best Practises, 2000. 
  • [TAM01] Tambouris, E, etal “Investigation of Electronic Government”, Archetypon S.A. 236 Sygrou 176-72 Kallithea, Athens, Greece, 2001.
  • [VIL01] Virili, Francesco, “The Italian e-Government Action Plan: Gaining Efficinecy to Rethinking Government”, Proceeding 12th International Workshop on Database and Expert System Applications, 3-7 September, 2001, Munich, Germany.
  • [WAT01] Watson, Anthony and Vincent Cordonnier, “Information Tehcnology Improves Most of the Democratic Voting Processes”, Proceeding 12th International Workshop on Database and Expert System Applications, 3-7 September, 2001, Munich, Germany.
  • [WIM01] Wimmer, Maria and Johanna Krenner, “An Integrated Online One-Stop Government Platform: The eGOV Project”, Proceedings of 9th Interdisciplinary Information Management Talks, Linz, 2001.
  • [WIN01] Windy Aryanto, dkk, “Pengembangan prototipe standardisasi aplikasi egovernment untuk instansi pemerintah” Student Project, Fasilkom UI,, 2003.
  • [ZUL02] Zulhemy, dkk, “Sistem Informasi Penduduk dan Pemilih”, On-going Technical Report, 2002.

LAMPIRAN



PERSONALIA RISET

1. Tenaga Peneliti (maksimum 3 orang termasuk Peneliti Utama)

RINCIAN ANGGARAN
Pilih salah satu (beri tanda √):
(   ) Riset di Lapangan
( √ )Riset di Laboratorium

Rincian biaya RUT XII (lihat Lampiran A, B dan C).











PROPOSAL PENELITIAN

PROPOSAL PENELITIAN Aplikasi e-Government untuk Tata Kelola Yang Baik: Dari Perencanaan Strategis SI ke Pengembangan SI (e-Governme...